Sunday, August 14, 2005

Strategic Communications



Bisnis Indonesia, Minggu 14 Agustus 2005

Strategic Communications

Oleh Christovita Wiloto
CEO Wiloto Corp.
powerpr@wiloto.com

Saya sempat takjub, ketika seorang teman dengan amat detil mengatakan, betapa Starbucks Coffee bukan sekadar jaringan kedai kopi dari AS. Melainkan juga tempat bersosialisasi -- terutama bagi masyarakat urban di negeri itu.

Teman saya tadi amat paham, bahwa perusahaan yang berpusat di Seattle, Washington, ini mengambil namanyadari nama salah satu karakter di novel Moby-Dick,dengan logo seorang siren. Lalu, ia seperti hafal diluar kepala saat mengungkapkan pada Januari 2005,Starbucks telah memiliki 8.949 outlet di seluruh dunia-- dengan rincian 6.376 outlet di AS dan 2.573 outletdi negara lain.

Ia juga bisa dengan lancar menceritakan, Starbuckskali pertama dibuka pada 1971 oleh Jerry Baldwin, ZevSiegel, dan Gordon Bowker. Howard Schultz bergabung dengan perusahaan ini pada 1982, dan terinspirasi oleh bar espresso di Italia, membuka jaringan Il Giornalepada 1985. Beberapa saat setelah pemilik aslinyamembeli Peet's Coffee and Tea, Starbucks dijual pada Schultz yang kemudian me-rebranding Il Giornale dengannama Starbucks pada 1987.

Sebenarnya, saya maklum, karena teman tadi memang seorang maniak kopi. Tapi yang membuat saya takjub,adalah pemahamannya terhadap apa pun yang berlabel Starbucks. Tentu saja, ia adalah penikmat sejati semua varian kopi Starbucks.

Persepsi positif

Apa yang terjadi pada teman saya tadi, adalah contohkecil -- namun konkret -- keberhasilan sebuah strategic communications (SC). Dalam hal ini, SC yang digencarkan Starbucks di seluruh dunia. Starbucks memang salah satu dari banyak perusahaan global yangmengoptimalkan SC untuk ''menguasai dunia.''

Hal serupa dilakukan pula, misalnya, oleh Microsoft,Coca Cola, McDonalds, Kentucky Fried Chicken, Nokia,Mercedes, Disney, Samsung, Honda, Sony, dan ratusan perusahaan global lainnya. Mereka rajin berkomunikasi dengan konsumennya tidak melulu dengan iklan, namun dengan berbagai pemberitaan positif yang dirilis secara by design dan terus menerus.

Dengan cara seperti itu, hampir setiap orang di kolong bumi pasti mengenal -- setidaknya pernah mendengar --nama-nama global tadi. Tentu saja, seperti yang terjadi pada teman saya tadi, tak sedikit di antarakita yang tak sekadar ''ngeh'', tapi paham betul seluk beluk produk dan sejarah sebuah perusahaan.

Selain itu, banyak pula penduduk dunia yang punya persepsi positif tentang masing-masing produk tersebut. Persepsi positif itulah yang mampu menciptakan trust dari seluruh penduduk dunia. Yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas global.

Tak cuma dalam skala korporasi. Pemerintah sejumlahnegara besar juga telah mampu memfungsikan SC untukmembangun citra positif. AS, misalnya. Kita akanmelihat gambaran amat manis mengenai negara itu, jikamenyimaknya dari apa yang disodorkan Hollywood, CNN,dan sejumlah situs internet.

Value of Corporation

Pada tataran lebih strategis, SC tak sekadar bisamendongkrak merek atau brand sebuah produk. Tapi secara siknifikan juga mampu meningkatkan nilai perusahaan di pentas global. Sehingga investor memiliki sentimen positif untuk terus mengucurkan dananya ke sana. Dan, saat nilai sahamnya kianmembaik, value of corporationnya juga bakal melambung.

Selain itu SC dapat meningkatkan sentimen positif pemerintah berbagai negara di belahan dunia yg berbeda-beda terhadap perusahaan. Sehingga negara-negara itu dengan tangan terbuka lebar menerima perusahaan-perusahaan global tersebut untuk beroperasi di negaranya. Dalam banyak kasus, si perusahaan justru diundang masuk dengan berbagai insentif yang menggiurkan.

Dengan asumsi yang sama, persepsi positif tentu jugabisa diimplementasikan di tataran hubungan antar negara.Bila pemerintah sebuah negara mampu mengoptimalkan SC citra negara tadi akan menjadi bagus.

Kalau di tingkat korporasi citra positif tadi akan berbuntut pada loyalitas, dalam skala pemerintahan, gambaran sejuk tadi akan mempertebal trust atau kepercayaan internasional. Dengan modal tersebut, takakan sulit bagi pemerintah negara tersebut untuk menggalang investasi -- khususnya dari pemodal asing-- untuk menanamkan dananya di sana.

Dan, kita tentu paham, investasi jangka panjang dan berkesinambungan yang masuk, secara otomatis akan memacu perekonomian negara yang bersangkutan ''berlarilebih cepat'' untuk menggapai kesejahteraannya. Untuk itu diperlukan strategi yang matang, cermat dan sistematis untuk melakukan strategic communications.

1 comment:

Anonymous said...

Very cool design! Useful information. Go on! » »

www.wiloto.com

www.wiloto.com