Friday, April 20, 2007

Republik Rakyat Tukul



Oleh:
Christovita Wiloto
Wiloto Corp. Asia Pacific


"Kembali ke Laptop...!" kalimat ini bergema di Istana Negara Kamis sore itu (12/4). Kalimat itu bukan keluar dari mulut Tukul "Renaldi Cover Boy" Arwana seperti biasanya, tapi dari mulut orang nomor satu di negera ini, Presiden SBY.

Tukul bertemu dengan Presiden SBY? Tentu ini bukan suatu peristiwa yang mengagetkan. Karena pelawak Ndeso ini sedang naik daun, persis ulat bulu yang ulet merambati daun. Saat bertemu di Istana Negara itu, saat menyalami Tukul, SBY sempat berteriak,"Wah, ini dia," entah apa maksud Pak Presiden. Tak lupa Presidenpun mengajak Tukul berfoto bersama. Setelah puas berfoto-foto, Presiden sambil terus bergurau, berkomentar, "Kembali ke Laptop...!"

Sungguh lain suasana Istana Merdeka, yang biasanya penuh adegan protokoler yang resmi dan cenderung tegang itu, sore itu menjadi segar penuh gelak tawa meriah. Bukan hanya Pak Presiden beserta Ibu yang tertawa, namun juga dari para rekan wartawan Istana yang sempat mengeroyok Tukul. Tentu saja kali ini justru Tukul yang tidak berani berteriak, " tak sobek...sobek... lho..." lha wong di depan Presiden, ha..ha..ha..bisa dianggap subversif dia.

Tukulpun dihujani pertanyaan oleh para wartawan, walau pertanyaan para wartawan Istana kali ini tidak menyangkut korupsi di Bulog, besarnya dosa warisan di Garuda, pembiayaan APBN untuk bencana Lumpur Lapindo, tragedi STPDN, masalah Ujian Nasional, ruwetnya sistem transportasi nasional atau masalah reshuffle kabinet seperti biasanya. Namun suasana riuhnya tidak kalah dengan suasana selepas rapat kabinet.

"Puas, puas, puas.....!" suara khas Tukulpun mengema di Istana Negara, menjawab pertanyaan para wartawan."Ini memang wajah melankolis. Sedikit seperti wajah cover boy." kata Tukul terkekeh saat wartawan bertanya menggoda, "Kenapa wajahnya (Tukul) kok kelihatan pucat saat bertemu Presiden."

Komunikator Strategis

Setidaknya ini adalah pertemuan kali kedua, Tukul dengan Presiden, di Istana Negara. Dengan posisinya saat ini, Tukul selain sebagai penghibur dengan mengocok perut para pemirsanya di seantero nusantara. Sebenarnya juga bisa memainkan peranannya sebagai komunikator yang strategis. Baik antara rakyat dengan Presiden, maupun Presiden dengan rakyat, juga menanamkan kembali nilai-nilai positif pada masyarakat dengan cara canda ria dan ringan riang.

Misalnya membangkitkan budaya membaca di kalangan masyarakat. Menurut Tukul, "Buku merupakan jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang dan lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi kita." Wah, dahsyat bukan? Pesan ini dikemas dalam bahasa yang sangat sederhana dan mudah dicerna masyarakat.

Atau contoh lain, tentang etos kerja. "Semangat pantang mundur dan optimisme tinggi menjadi modal utama meraih kesuksesan," kata Tukul sambil mengakui, kesuksesan yang diraihnya bukan tanpa rintangan, bahkan ejekan dan cemoohan dari orang sering mewarnai kehidupan sehari-harinya. Di TV Tukul acapkali mengatakan "Yang penting kerja keras... lalu serahkan kepada Allah." Etos kerja ini akan menjadi modal yang sangat dahsyat bagi siapapun orang Indonesia yang menjalaninya. Dan Tukulpun menjadi contoh hidup.

Atau simak statementnya, "Lagu Wong Ndeso bercerita tentang kesuksesan orang desa berjuang hidup di kota besar. Walaupun sangat sukses, orang desa itu tetap menjadi dirinya sendiri, sama sekali tak berubah. Hal itulah yang terjadi pada saya. Kristalisasi keringat, Mas!" canda Tukul dengan mimiknya yang katro dan culun.

"Wong Ndeso" adalah album kompilasi yang segera dirilis Tukul, berisi sepuluh lagu. Dengan satu lagu andalan yang dinyanyikan Tukul, berirama campur sari dangdut ini diharapkan Tukul mengena di telinga pendengarnya.

Nilai yang sangat luhur tentang kerendahan hati dan semangat untuk berkerja keras, yang dalam istilah Tukul "Kristalisasi keringat" pun terdapat dalam album itu. Dalam bait lagu yang dinyanyikan Tukul di album Wong Ndeso ini, terdengar kata-kata yang mengelikan, "...memang tampang aku katro, tapi rezekinya kota...." .

Juga prinsip Tukul yang kukuh anti-poligami pun dapat dengan gamblang dijelaskannya dengan penuh canda "Iya..kan banyak orang yang kalau sukses lupa diri. Bahkan ada yang kawin lagi atau poligami. Saya justru nggak simpati dan kurang setuju dengan sikap orang seperti itu," kata Tukul lucu. "Saya nggak pernah berpikir ke arah situ (poligami). Wong waktu susah, jadi kutu kupret, sama-sama istri, ya... begitu senang, sama istri (yang sama) juga dong. Jangan cari istri baru lagi...ha...ha....ha...," kata Tukul diselingi tawa.

Dalam upaya mengapai hati terdalam dari semua pengemar Tukul di seantero nusantara, maka jargon "Kembali ke Laptop"pun disajikan dalam berbagai bahasa. Seperti back to laptop (Inggris), wangsul maleh wonten laptop (Jawa), molleh ka laptop (Madura), revenez au laptop (Perancis), vuelta al laptop (Spanyol), mulak tu laptop (Batak), balek keleptop oi...(Palembang), balik deui kana laptop (Sunda), mari jo torang bale' ke laptop (Manado), mewali malih ring laptop (Bali), ke laptop lagi nyok.. (Betawi) dan masih banyak lagi. Sesuatu yang nampak sederhana di mata para pejabat kita ini, justru merupakan kekuatan Tukul untuk berkomunikasi dengan segala lapisan masyarakat.

Kembali ke Rakyat

Kita bisa bayangkan dengan media televisi yang bisa dijangkau siapa saja penduduk Indonesia, secara free, tanpa harus berlangganan, selama masih memiliki pesawat televisi, antena dan aliran listrik. Tukul melalui Empat Mata yang stripping dari Senin sampai Jumat non-stop, dapat menjangkau jutaan rakyat Indonesia setiap malamnya, tidak perlu press release, tidak perlu press conference, juga tidak perlu juru bicara yang mahal-mahal.

Kalau jaman dahulu raja-raja di Jawa menggunakan media wayang kulit sebagai media hiburan dan komunikasi dengan rakyatnya, yang digelar semalam suntuk di alun-alun kota. Kini kita memiliki Tukul yang berada dalam posisi yang sangat strategis untuk menjadi media komunikasi antar masyarakat, baik elite maupun rakyat biasa.

Dengan latar belakangnya yang pernah menjadi sopir omprengan, sopir pribadi, tukang kabel, model video klip penyanyi cilik Joshua, bahkan pembuat sumur pompa. Tukul benar-benar dapat menghayati dan merasakan sendiri kesulitan dan perjuangan hidup orang kecil, yang merupakan potret sebagian terbesar rakyat Indonesia. Dimana kini jurang antara si miskin dan si kaya semakin besar dan dalam.

Bukankah dalam alam demokrasi ini Indonesia mestinya lebih pro ke rakyat? Bukankah Republik seharusnya kembali ke rakyat kecil kebanyakan? Jadi Tukul yang notabene bukan "wakil rakyat" tapi justru sangat mewakili rakyat ini bisa berfungsi sebagai komunikator yang strategis. Dengan tampil apa adanya tentunya. Bukankah kedaulatan berada ditangan rakyat?

Agar lebih 'mak nyuss, apa perlu kita sebut Republik Rakyat Tukul?.....sekali lagi.... dalam bahasa Betawi "kagak tau dah"...he...he...he...tidak tahu ah...., kite balik ke laptop lagi nyok...!! eh salah...kite balik ke rakyat lagi nyok...!!

Bisnis Indonesia Minggu, 22-APR-2007

Saturday, April 07, 2007

Tukul vs SBY-JK




Christovita Wiloto
CEO Wiloto Corp. Asia Pacific
email: powerpr@wiloto.com

"Tak sobek-sobek mulutmu" teriak Tukul Arwana ke Christine Hakim, disusul kalimat yang jadi trade mark Tukul "puas... puas... puas...?!" Christine-pun terpingkal-pingkal hingga terjongkok-jongkok dan (maaf) ngompol di celana.

Kejadian itu nampaknya hanya bisa terjadi di acaranya Tukul Arwana, Empat Mata. Nama Tukul terus meroket semenjak menjadi host program Comedy Talk Show “Empat Mata”. Memang talk show yang dibawakan Tukul ini sangat unik dan berbeda dengan talk show lainnya. Perancang acara ini membuat Empat Mata sebagai sebuah talk show yang menggunakan perspektif komedi dan selalu saja menghadirkan Selebriti di setiap episodenya.

Tukul selalu membahas topik / kasus yang sedang hot di masyarakat dan topik-topik yang unik, menarik dan timeless. Selain terdiri dari unsur talk show dan komedi, Empat Mata juga dibumbui oleh unsur entertainment lain, seperti musik dan tak lupa berbagai kejutan-kejutan tidak hanya untuk penonton saja, namun juga untuk bintang tamu ataupun host.

Selain menawarkan informasi, Tukul juga menyajikan komedi yang segar. Dia memang seorang Commedian yang multitalent, dapat menghibur kita sampai terpingkal-pingkal dengan celotehan spontan yang segar.

Tukul Arwana, yang mengaku "wong ndeso" alias orang desa ini selalu memposisi kan dirinya sebagai orang yang jelek, bodoh dan kampungan. "Face country money city" begitu katanya berseloroh, yang kira-kira berarti wajah kampung rejeki kota.

Acara Tukul ini mulai ditayangkan Mei 2006 di TV7, sebelum berubah menjadi Trans 7. Saat itu TV7 melihat potensi Empat Mata semakin digemari pemirsa. Acara yang semula hanya sekali dalam seminggu ini, kemudian ditingkatkan menjadi seminggu 2 kali, naik lagi menjadi 4 kali, dan kini menjadi 5 kali seminggu, Senin sampai Jumat.

Fenomena Tukul ini agak-agak mirip dengan Inul, orang desa yang meroket dengan cepat. Semoga selanjutnya Tukul tidak bernasib sama seperti Inul, yang kini makin merosot populeritasnya.

Pada awalnya Tukul hanya dibayar Rp 3.5 juta per episode, kemudian seiring dengan ratingnya yang terus meroket, fee Tukul pun meningkat menjadi Rp 7 juta per episode. Tapi kini dengar-dengar Tukul menerima honor Rp 20 juta setiap kali muncul di Empat Mata, sedangkan jika kita ingin menanggap Tukul, kita harus rela mengeluarkan dana sekitar Rp 40 juta untuk 2 jam pertunjukkannya.

Bukan hanya itu saja, Tukul-pun dikontrak sebanyak 260 episode oleh Trans 7. Bisa dibayangkan pendapatan Tukul dari Empat Mata pun meroket menjadi Rp. 5.200.000.000,- belum termasuk acara-acara di luar itu, plus honor dari iklan-iklan yang makin banyak dibintanginya.

Tukul, yang lahir pada 16 Oktober 1963 tersebut bernama asli Riyanto. Berasal dari Semarang. Ketika tim TV 7 menghubunginya pertama kali, Tukul sempat kaget saat diminta sebagai pembawa acara talkshow, "Biasanya pembawa acara talkshow itu S3 atau S2, minimal S1, lha wong saya ini hanya SMA kok membawakan talkshow?" begitu kenangnya. Namun tim TV7 yang saat itu dikomandani Apollo menyakinkan Tukul, bahwa justru begitulah "ramuan khusus" dari acara Empat Mata, yaitu tampil unik beda dari yang lain.

Ramuan khusus ini mengingatkan kita pada buku-buku seri "for dummies", seperti Finance for Dummies, Sex for Dummies dan lain sebagainya yang meledak penjualannya di seluruh dunia.

Populeritas SBY-JK

Lain Tukul lain juga pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK). Kalau Tukul populeritasnya terus meroket, sebaliknya SBY-JK populeritasnya terus merosot.

Tiga tahun lalu saat dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, popularitas SBY mencapai 80% dan Kalla 77%, namun sekarang makin merosot ke posisi 49,7%, sedangkan Jusuf Kalla tinggal 46,9%.

Ini menurut Lembaga Survei Indonesia, yang melakukan survei pada 17-24 Maret 2007 di 33 provinsi dengan responden 1.238 orang. Menurut Direktur Eksekutif LSI Syaiful Mujani situasi perekonomian yang makin memburuk merupakan penyebab utama anjloknya popularitas duet SBY-JK.

Popularitas di bawah 50% adalah situasi yang membahayakan, karena telah menembus ambang batas psikologis. Ini merupakan indikator bahwa kepuasan publik pada kinerja Presiden dan Wakil Presiden sangat rendah. Kurang dari 50% dari pemilih nasional yang merasa puas dengan kerja Presiden. Ini merupakan tingkat kepuasan publik terendah terhadap kerja Presiden SBY sejak dua setengah tahun lalu ia dilantik menjadi presiden.

Dibanding sekitar dua setengah tahun lalu (November 2004), kepuasan terhadap SBY menurun sekitar 30%, dan jika dibandingkan dengan Desember 2006, kepuasan publik pada SBY menurun sekitar 17%. Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta supaya penurunan popularitasnya, dapat diambil hikmahnya untuk bekerja lebih baik. Menurut Andi, hal yang paling penting adalah survei itu merupakan masukan bagi pemerintah untuk melihat apa saja yang harus dilakukan. “Apa yang bisa dipertajam, diperbaiki untuk bisa menjadi lebih baik dalam melindungi meningkatkan taraf hidup rakyat,” katanya.

Lain halnya dengan Menkominfo Sofyan Djalil yang berpendapat anjloknya popularitas Presiden SBY dalam hasil survei LSI tidak mencerminkan hal yang penting. “Survei itu sangat kondisional. Itu tidak mencerminkan apa-apa,” kata Sofyan. “Di AS saja hasil survei naik turun. Tidak masalah,” ujarnya.

Pendapat mana yang lebih tepat, semuanya akan kembali kepada kita semua. Ya kita semua sebagai rakyatlah yang bisa merasakan apakah kita saat ini cukup puas dengan kinerja SBY-Kalla atau tidak.

Manajemen ekspektasi

Jika melihat hasil survey yang sangat tinggi saat SBY-JK dilantik, sebetulnya kita bisa melihat bahwa rakyat sebenarnya memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap duet SBY-JK. Maklum pasangan ini merupakan hasil dari pemilihan langsung yang pertama terjadi di negeri ini. Namun rupanya, harapan rakyat tersebut tidak kunjung terpuaskan dengan berbagai kinerja SBY-JK, yang faktanya bukan semakin baik, namun justru semakin buruk.

Nah, jadi apa yang kita bisa pelajari dari dua kasus di atas? Manajemen ekspektasi! Ya Tukul tidak pernah menjanjikan apa-apa, dia tampil bahkan dengan menonjolkan berbagai kelemahannya, baik pendidikannya, penampilannya, bahkan Tukul selalu mengingatkan kita bahwa ia hanyalah orang desa yang masuk tivi. "Keadaanku seperti kutu kupret." katanya mengelikan.

Sehingga publikpun tidak memiliki ekspektasi atau harapan apapun terhadap Tukul, dan menganggap Tukul adalah bagian dari publik. Publik pun menjadi kagum dan tercengang-cengang ketika Tukul dengan bantuan Note Booknya, ternyata bisa berpikir luar biasa dalam bahasa dan gaya yang sangat biasa. Hal ini justru terjadi sebaliknya pada kasus SBY-JK, yang dari awal mulanya memang mau tidak mau harus tampil dengan berbagai janji yang super muluk. Penampilannya pun harus selalu klimis sempurna.

Namun justru inilah yang menjadi bumerang, ekspektasi atau harapan publik yang sengaja dibuat melambung sangat tinggi ini tidak dapat dipenuhi. Wajarlah kalau kekecewaan publik pun makin menggunung, dan makin hari makin besar.

Dalam guraun rakyat sehari-haripun sering kita dengar orang-orang berseloroh, "SBY-JK membuat rakyat stress, Tukul membuat rakyat tertawa."

Manajemen ekspektasi adalah masalah strategis bagi kita semua, baik Presiden, Tukul, perusahaan, produk atau siapapun dan apapun yang memerlukan dukungan publik untuk bisa exist. Sampai di sini apakah kita perlu mengangkat Tukul yang "katro" tapi menyenangkan itu menjadi presiden? Wah embuh lah, he..he..he.. nggak tahu.....lebih baik kita kembali ke....LAP TOP!

Bisnis Indonesia Minggu, 08-APR-2007

www.wiloto.com

www.wiloto.com