Kampanye
Sebanyak 24 partai politik (parpol) peserta Pemilu 2004 sudah terpilih. Nomor urut masing-masing partai juga sudah ditentukan. Dan, tentu saja, setiap parpol sudah menyiapkan jagonya masing-masing untuk diusung sebagai calon presiden.
‘Pertempuran besar’ untuk memenangkan Pemilu 2004 memang sudah di depan mata. Tak ada waktu lagi untuk bersantai. Semuanya sudah harus dipersiapkan dengan cermat, agar hasil yang dicapai bisa sesuai target.
Untuk itu, setiap parpol sudah punya strategi masing-masing untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya. Sejumlah parpol mencoba merangkul publik figur sebagai vote getter – mulai dari artis sampai kiai kondang. Sebagian parpol lain memilih mengusung sentimen primordial – baik dalam bentuk misi keagamaan maupun sentimen historis berupa kerinduan pada figur dan ajaran Soekarno atau Presiden Seharto, kedua-duanya mantan Presiden RI.
Tapi beberapa partai yang lain, mencoba lebih rasional dengan mengedepankan program-program pembangunan yang diharapkan bisa mengentaskan bangsa ini dari keterpurukannya yang telah berlangsung selama hampir enam tahun. Walau, program-program yang dijanjikan takjarang juga masih tampak sebagai sekedar sebuah janji, karena rasanya agak sulit direalisasikan menjadi sebuah bukti.
Terlepas dari apa pun skenario penggalangan massa yang dipakai partai-partai peserta Pemilu 2004 nanti, satu hal yang semestinya tak dilupakan oleh pemimpin parpol adalah bagaimana mengemas semua misi, visi dan janji-janji tadi menjadi sesuatu yang memikat masyarakat. Untuk itu, parpol perlu memahami filosofi dan paradigma baru public relations (PR) – di mana prinsip utamanya adalah memadukan kepiawaian berkomunikasi secara efektif, dengan paparan kinerjayang meyakinkan.
Untuk melakukan komunikasi yang efektif, ada beberapa cara yang bisa ditempuh. Pertama, menggalang kekuatan media massa – baik TV, radio, media cetak, internet maupun SMS (short messaging services). Kemampuan media untuk menjangkau masyarakat dalam lingkup yang nyaris tak terbatas, bisa menjadi senjata ampuh untuk mensosialisasikan program partai. Apalagi, media massa juga punya kekuatan untuk mengarahkan opini publik.
Tentu saja, kekuatan media di sini harus dimanfaatkan secara optimal dengan cara-cara dan tujuan yang fair. Bukan dengan cara ‘membeli’-nya atau memanipulasi informasi. Karena, pengelola media, biasanya adalah mereka yang mau menjunjung tinggi idealisme dan sering bersikap kritis.
Kedua, komunikasi yang efektif, bisa direalisasikan dengan menjalin intimate relationship, sehingga memunculkan rasa saling percaya tanpa pamrih. Sikap saling percaya ini mutlak dibutuhkan, ketika persaingan untuk mencari dukungan terjadi dengan amat ketat seperti sekarang. Setidaknya, rasa saling percaya akan mencegah munculnya kader-kader kutu loncat – yakni mereka yang amat mudah berpindah kepercayaan ke partai lain, hanya karena iming-iming imbalan material.
Ketiga, agar efektivitas komunikasi juga dapat dijalankan dengan memilih strategi komunikasi yang sesuai dengan target audience yang akan diraih. Misalnya, partai yang ingin membidik suara mahasiswa, harus mampu berkomunikasi dengan bahasa mahasiswa disamping pada waktu bersamaan mampu secara fleksibel mengubah cara berkomunikasi sesuai dengan kondisi publik lain yang berbeda.
Lalu, bagaimana cara untuk mendongkrak kinerja partai? Kalau sebuah parpol bisa dianalogikan dengan sebuah perusahaan atau institusi bisnis, maka ada sejumlah strategi yang bisa ditempuh.
Dengan bantuan perusahaan Public Relations (PR) profesional, pimpinan partai bisa menyusun skenario strategis manajemen. Dengan kata lain, manajemen partai musti piawai mengelola organisasi, pintar menggulirkan isu positif, sekaligus tanggap menganalisis perkembangan apa pun yang terjadi di lapangan, serta cermat menempatkan positioning.
Pengelolaan organisasi yang solid mutlak dilakukan, karena apa yang bisa dilakukan sebuah kelompok untuk bangsa ini, jika untuk membentuk sebuah partai saja tidak bisa. Manajemen isu, juga tak bisa disepelekan, karena dengan penetrasi isu-isu positiflah, calon pemilih bisa dipikat. Sementara, memilih positioning partai tak bisa diabaikan, karena hal itu juga akan sangat menentukan, siapa saja calon pemilih yang musti dibidik, dan mampu memberikan suara signifikan pada partai.
Termasuk dalam upaya melambungkan kinerja, adalah membangun citra, merancang program kerja yang konkret, serta menunjukkan kepedulian pada segala apa yang dibutuhkan rakyat. Dan, yang perlu digaris-bawahi adalah, semua itu harus dilakukan secara berkesinambungan. Jangan sekadar dilakukan pada masa kampanye. Tapi juga musti diteruskan saat kelak berhasil memenangkan Pemilu, dan tampil menjadi penguasa.
Sikap pro rakyat harus selalu menjadi pedoman melangkah. Dengan kata lain, kepentingan masyarakat harus selalu ditempatkan di atas kepentingan partai. Ini penting, karena saat ini banyak partai yang ‘bermulut manis’ saat mencari dukungan. Tapi ketika sudah berkuasa, ia langsung lupa pada siapa yang dulu mendukungnya – orang Jawa bilang, ‘kacang lali karolanjarane’.
Untuk melakukan itu, diperlukan figur-figur manajerial yang memiliki skill tinggi, mempunyai visi masa depan yang jernih, serta kadar moralitas dan kredibilitas yang tak perlu diragukan. Figur-figur seperti itu, diharapkan tak hanya mampu memoles citra partai, tapi juga dapat menyelamatkan partai saat dilanda krisis – baik krisis internal maupun eksternal.
Memang tak ada jaminan, partai dengan kualitas yang mampu menjalankan praktik ideal di atas yang bakal memenangkan Pemilu 2004 mendatang. Sebab, di Indonesia massa pemilih masih kerap mengedepankan simbolisme ketimbang rasionalitas.
Tapi setidaknya, kita bisa berharap, pada partai-partai yang menempatkan prinsip-prinsipmanajemen modern, dengan paradigma baru PR yang seperti itu lah yang bisa mengentaskan bangsa ini dari krisis multi dimensi yang berkepanjangan.
Dan satu lagi, bersiaplah dengan segala isu-isu yang akan muncul dalam bentuk skandal atau manuver-manuver politik yang kurang etis dari lawan politik. Kemungkinan antisipasi terhadap situasi kritis dan krisis pun harus disiapkan dengan matang. Semua itu demi peningkatan reputasi untuk memenangkan hati rakyat.
“Selamat Tahun Baru 2004”
Bisnis Indonesia 4 Jan, 2004