Saturday, December 31, 2005

Selamat Tinggal Tahun Nestapa

Bisnis Indonesia
Minggu 1 Januari 2006
Oleh Christovita Wiloto
Managing Partner Wiloto Corp. Indonesia
http://www.wiloto.com/

Senin, 26 Desember 2005, warga dunia mengenang setahun bencana tsunami yang melanda Nangroe Aceh Darussalam dan Nias. Sebuah tragedi yang menelan nyawa hampir 200.000 orang warga wilayah yang kerap disebut Serambi Mekkah itu. Tsunami Aceh 2004 tercatat sebagai bencana terburuk dunia dalam 30 tahun terakhir, setelah badai Bhola di Bangladesh 1970.
Bencana dahsyat berupa gempa berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang raksasa itu kemudian menjadi awal dari rangkaian peristiwa memilukan yang melanda Indonesia. Saat bangsa ini mencoba bangkit dari bayangan buruk ''geulumbang raya'' (istilah orang Aceh terhadap gelombang raksasa yang meratakan desa-desa di pantai).
Selain itu, sejumlah wilayah di Indonesia terserang penyakit yang dideteksi sebagai lumpuh layuh dan polio. Padahal, Indonesia sudah
dinyatakan bebas polio sejak 1995. Kemudian, merebak lagi penyakit yang lebih ganas. Yakni flu burung (Avian influenza). Di Indonesia, virus flu burung telah merenggut nyawa 11 orang.
Sementara, sepanjang tahun ini, ratusan orang meninggal akibat serangan demam berdarah dengue (DBD) di seluruh Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah warga miskin yang memang terpaksa harus hidup dalam lingkungan dengan kualitas sanitasi amat buruk.
Kemiskinan, agaknya memang amat akrab dengan sebagian masyarakat negeri ini. Mereka yang sudah hidup pas-pasan, cuma bisa merintih saat "dihantam" kenaikkan BBM sekitar 30% pada 1 Maret, dan rata-rata lebih dari 100% pada 1 Oktober 2005. Oh betapa malangnya negara kita.
Buntutnya,masyarakat yang termasuk kategori miskin dan mendekati miskin semakin bertambah. Menurut Badan Pusat Statistik, pertambahannya mencapai 2,5 juta kepala keluarga (KK) atau 10 juta orang.
Tak cuma penyakit dan kemiskinan, nestapa yang melanda negeri juga menampakkan jasadnya dalam bentuk peledakan bom bunuh diri pada 1 Oktober 2005. Mirip dengan Bom Bali 2002, Bom Bali 2005 juga menyasar sejumlah kafe-yakni Cafe Nyoman, Cafe Menega dan
Restoran RAJA'S di Kuta Square. Akibatnya, 15 orang meninggal-rinciannya, 15 warga Indonesia, satu orang warga Jepang, empat warga Australia, dan tiga orang yang lain diduga adalah pelaku pengemboman.
Aksi terorisme melalui serangkaian pengemboman yang terjadi sejak awal 2000-an-mulai dari pengemboman rumah duta besar Filipina Leonidas Caday, Bom BEJ, bom malam Natal 2000, Bom Bali 2002, Bom JW Marriott 2003, Bom Kedubes Australia 2004, hingga Bom Bali 2005-berhasil diredam, setelah Dr Azahari, salah satu gembong terorisme di Indonesia, tewas dalam baku tembak di Batu, Malang, Jatim, November lalu.
Ironisnya, dunia olah raga pun-yang biasanya tampil sebagai ''penyelamat'' di tengah keterpurukan bangsa-ikut memberi andil pada kepedihan bangsa ini. Kontingen Indonesia, salah satu kekuatan olah raga utama ASEAN, terkapar di peringkat lima perolehan medali pada SEA Games XXIII Manila, November-Desember lalu. Indonesia (yang merebut 38 medali emas, 53 perak dan 64 perunggu) berada di bawah tuan rumah Filipina (80-60-67), Thailand (53-62-81), Vietnam (52-50-62) dan Malaysia (47-37-38).
Benar-benar malang negara kita tercinta ini. Apakah kita akan makin malang, atau si malang berubah menjadi pemenang? Itu semua tergantung perjuangan kita. Tidak akan ada orang lain yang akan membantu mengangkat kita, kecuali kita sendiri.
Harus bangkit!
Tentu saja kita tak ingin terus meratap. Tahun 2006 Indonesia harus bangkit! Kita harus yakin, 2006 harus berubah total menjadi lebih baik dari 2005. Kita buka wawasan baru, perspektif baru, dan harapan baru. Kita perbaiki semua kekeliruan yang telah lalu.
''Saatnya telah tiba untuk melihat dan melangkah ke depan,'' kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di sambutan mengenang tsunami, di Banda Aceh, Senin lalu.
Segera melangkah ke depan. Segera bangkit dari keterpurukan. Agaknya itu lah kata kunci yang perlu digenggam erat.
Sebelumnya SBY mengajak semua rakyat mengatasi turbulensi kehidupan bukan hanya dengan berperilaku efektif, tetapi juga menjadi pribadi agung. Yaitu dengan menanamkan filosofi, betapa untuk mencapai
kemajuan perlu didukung dengan tekad, ''kita harus bisa, kita harus berbuat yang terbaik, kalau orang lain bisa, mengapa kita tidak bisa.''
SBY juga menginginkan pada suatu saat ''budaya unggul'' bisa terwujud menjadi kultur nasional. ''Kita harus bisa melihat budaya unggul itu ada di universitas, sekolah, lembaga-lembaga pemerintah, partai politik, militer, polisi, provinsi, kabupaten, kota, dan lain-lain. Dengan budaya unggul kita bisa bergerak dari efektivitas menuju keagungan,'' papar SBY.
Semoga ini bukan sekedar "retorika" SBY belaka, tapi merupakan visi yang jelas, gamblang dan bening yang dilengkapi dengan strategi, perencanaan, program dan implementasi yang konkrit.
Dipahami dan dimengerti seluruh rakyat, dikomunikasikan dengan baik sehingga seluruh rakyat "memiliki" visi itu, untuk bersama-sama berjuang mencapainya. Memang tak gampang dan perlu perjuangan. Tapi bukan tak mungkin. Tinggal bagaimana kita mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian kita.
Siapa yang bertanggung jawab atas nasib negara ini? Kita semua! Anda dan juga saya! Kalau bukan kita yang melakukannya, siapa lagi?
Selamat tinggal tahun nestapa. Selamat datang tahun baru penuh harapan.

www.wiloto.com

www.wiloto.com