Sunday, February 23, 2003

Character Assassination



Character Assassination
Bisnis Indonesia 23 Feb, 2003

Pemilu 2004 kira-kira masih 1,5 tahun lagi. Namun, bagi sejumlah kalangan, terutama para politikus, rentang waktu ini sangat pendek, karena itu berbagai strategi, taktik dan intrik politik pun mulai digelar.

Divestasi Indosat yang mustinya lebih bersifat komersial bisnis menjadi lebih berbau politik daripada komersialnya. Terasa sekali kentalnya aroma pertentangan kepentingan antara berbagai kekuatan politik dalam kasus ini.

Tidak hanya itu, demonstrasi pun sempat memacetkan jalan-jalan di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Yang menarik untuk diperhatikan adalah adanya beberapa konflik terbuka antar orang-orang besar yang sering disebut sebagai elite politik.

"Ada upaya sistematis untuk menjadikan saya orang yang paling bermasalah di republik ini, padahal itu tidak benar," kata Wiranto dalam jumpa pers di Hotel Century Park Jakarta akhir Januari. Hal tersebut dikatakan Wiranto bahwa seolah-olah dia di-character assassination-kan. Di tempat lain Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi sempat melalui tim pengacaranya melakukan somasi terhadap Amien Rais, karena merasa di-character assassination-kan.

Kejadian tersebut sempat menghebohkan karena pihak yang disomasi mengadakan perlawanan.
Character assassination bukan hal yang baru di 'persilatan' dunia politik Indonesia. Beberapa waktu lalu Amien Rais juga pernah memberi statement di media massa bahwa dia di-character assasination-kan oleh isu hubungannya dengan Zarima.

Apa sih Character assassination itu? Dalam bahasa sederhananya ya pembunuhan karakter, entah itu manusia, organisasi, atau bahkan negara. Terkadang orang yang terkena dampaknya walaupun secara fisik masih hidup, tetapi sebagai karakter dia mati, karena tidak dipercaya oleh publik lagi.

Hal yang critical di sini adalah public trust, kepercayaan publik, itu yang menjadi logika dari nilai suatu karakter. Berbagai upaya yang dilakukan orang untuk menciptakan dan menjaga reputasi dan hal-hal yang secara sistematis dan sengaja dilakukan untuk menghancurkan reputasi suatu karakter dapat dikategorikan sebagai pembunuhan karakter.

Kenyataan bahwa banyak elite politik dan tokoh masyarakat Indonesia yang merasa dirinya di-character assasination-kan, dapat memberi gambaran kepada kita bahwa cara-cara seperti ini nampaknya sangat disukai oleh politikus kita, terutama menjelang pemilu.

Elegan

Dalam perspektif komunikasi (politik), upaya untuk mendiskreditkan pesaing (lawan politik) sebenarnya juga dapat digolongkan sebagai aktivitas public relations (PR). Hanya saja, model PR yang dikembangkan dalam skenario seperti itu adalah pola lama-kalau tak mau dikatakan sebagai pola yang sudah kadaluwarsa.

Dalam pola tersebut, aktivitas PR sekadar diarahkan untuk menunjukkan, apa yang kami lakukan adalah baik dan benar, sementara yang kalian katakan semuanya salah.
Itulah paradigma kuno aktivitas PR, yang semestinya sudah harus kita tinggalkan. Bukan hanya karena model itu cenderung tidak fair, tapi juga karena efektivitasnya yang sangat rendah dibandingkan ongkos yang harus dikeluarkan.

Logika sederhana saja, kalau kita mencaci maki seseorang dengan tuduhan atau kata-kata yang amat kasar, barangkali reputasi orang tadi memang akan hancur lebur. Tapi, apakah kemudian simpati publik otomatis akan beralih ke kita? Justru sebaliknya publik tidak menyukai hal itu dan pada saat yang sama orang tersebut akan kehilangan juga reputasi baiknya.

Dalam terminologi PR, ada peran yang dikenal sebagai the guardians of public trust. Dalam posisinya yang seperti itu, seorang politikus harus mampu menciptakan kepercayaan publik tentu saja dengan cara-cara yang elegan.

Dalam arti, upaya mem-PR-kan diri sebaiknya jangan dilakukan dengan pola yang cenderung syur sendiri. Apalagi, jika itu juga dilakukan dengan menginjak kepala orang lain.

Akan lebih terhormat, jika kebijakan PR diarahkan pada upaya menarik simpati dengan cara menciptakan kepercayaan publik terhadap dirinya tanpa harus membuka aib pihak lain.
Kalau kita adalah perusahaan yang membuat sepatu olah raga, misalnya, tunjukkan apa kepedulian kita terhadap konsumen dan masyarakat. Dan jangan melecehkan produk pesaing kita yang kebetulan hampir serupa.

Tentu saja, model PR seperti itu membutuhkan strategi komunikasi yang lebih cerdas. Model ini membutuhkan kemampuan yang cukup untuk meng-create value. Seorang pelaku PR, diharapkan tak cuma bisa menjajakan produk yang ingin dijualnya, tapi juga membangun produk tadi menjadi sesuatu yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. Salah satu caranya, adalah dengan mengakrabkan hubungan produsen dengan konsumen.

Keakraban inilah yang pelan tapi pasti akan menciptakan iklim penuh keterbukaan antara produsen dan konsumen.

Sumber:
Bisnis Indonesia
Oleh:
Christovita Wiloto
Managing Partner Wiloto Corp. Indonesia

www.wiloto.com

www.wiloto.com