Friday, November 29, 2002

Senyum Amrozy


Senyum Amrozy
Bisnis Indonesia 29 Nov, 2002

Perbicangan di ruang kaca itu berlangsung amat santai. Kapolri Da'i Bachtiar, yang saat itu menanggalkan atribut dinasnya, tampak menanyakan sejumlah pertanyaan kepada lawan bicaranya. Sesekali, pejabat tertinggi Kepolisian Republik Indonesia itu juga melempar senyum.
Sikap yang sama ditunjukkan oleh Amrozy, lawan bicara Da'i.

Bahkan, salah satu tersangka anggota komplotan yang meluluh-lantakkan kawasan wisata Legian, Kuta, Bali itu, terlihat jauh lebih rileks. Meski mengenakan seragam resmi tahanan Polda Bali, tapi Amrozy sama sekali tak tampak sebagai ''pembunuh'', yang aksinya menyebabkan tak kurang dari 186 nyawa melayang sia-sia.

Maklum, wajah lelaki 39 tahun asal Desa Tenggulun itu -- yang harus diakui cukup ganteng --tampak bersih seperti baru dicukur klimis. Dan, yang lebih mencengangkan, usai ''talk show'' tersebut, Amrozy menyempatkan diri melambaikan tangan dan tersenyum.

Ia seakan ingin menyampaikan salam kepada publik dunia (melalui ratusan wartawan dalam dan luar negeri yang menyaksikan perbincangannya dengan Da'i). Sungguh, sama sekali tak tampak raut penyesalan di wajahnya. Secara komunikasi Amrozy memenangkan adegan ini.
Tentu saja, adegan tadi langsung ditanggapi serius oleh berbagai publik diseluruh dunia.

Pemerintah Australia dan anggota keluarga korban Bom Legian, yang kebanyakan juga adalah warga Australia, marah besar dengan adegan tadi. Mereka juga sempat melontarkan protes kepada pemerintah Indonesia, sambil mempertanyakan, ''Seberapa serius sih Kepolisian Indonesia mengungkap kasus Bom Legian.''

Sementara, sejumlah kalangan di dalam negeri, mencoba menanggapinya secara berhati-hati. Mereka bertanya, ada apa di balik sikap Da'i dan Amrozy tadi. Malah ada yang menyarankan agar dilakukan test psikologi terhadap Amrozy.

Cuplikan kisah tadi, memang sempat menjadi bahan pergunjingan dunia. Tapi dalam konteks komunikasi strategis yang kita bicarakan kali ini, adegan tadi juga bisa dijadikan sebagai contoh kasus yang menarik, betapa ''bahasa tubuh'' dalam kasus ini (yang ditampilkan sangat rileks ditengah konteks masalah yang sangat amat serius) bisa ditafsirkan dengan banyak makna. Dan, bisa menyebabkan blunder dan menambah masalah baru yang harus dihadapi.

Siapkan Materi

Seorang pejabat publik, memang harus melengkapi diri dengan kemampuan berkomunikasi melalui ''bahasa tubuh.'' Sebagus apa pun materi yang akan dikomunikasikan, ketika tubuhnya tak mampu mengkomunikasikannya dengan baik, maka hal itu akan ditanggapi secara salah oleh publik.

Apalagi, kalau keliru bersikap di depan press. Dalam sekejap bahkan secara langsung lensa-lensa kamera melalui satelit dapat mewakili milyaran mata pemirsa di seluruh dunia, bahkan di luar bumi sekalipun.

Dulu seorang pejabat BPPN pernah hampir membuat blunder serupa. Dalam sebuah press conference yang dilakukannya (yang semula berjalan lancar), tiba-tiba ada pertanyaan wartawan yang membuatnya tercekat.

Ia pun langsung merasa ''blank'', dan seakan tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan tersebut. Dan, ''kegagapan'' sang pejabat BPPN itu lah yang kemudian dijadikan pusat perhatian oleh pers – dengan mengeksploitasi isu itu, jangan-jangan memang ada sesuatu yang tak beres di balik sikap tersebut.

Walaupun, secara faktual itu cuma persoalan ketidak-siapan sang pejabat semata dalam menghadapi pers dengan berbagai macam pertanyaan yang mengejutkan. Untung pada saat itu pejabat lain cepat tanggap merespon situasi sehingga kondisi yang berpotensi merugikan perekonomian nasional tersebut dapat dihindari.

Nah, agar sebuah maksud dapat tersampaikan dengan baik, pejabat publik diharapkan dapat mengelola dan mengendalikan semua persoalan serba kompleks tersebut.

Salah satu caranya, adalah dengan menyiapkan ''kontra materi'' yang dapat dipakai untuk menghadapi segala kemungkinan. Tentunya semua itu tidak akan ada artinya jika tidak sungguh-sungguh dikuasai dengan benar dan dipersiapkan dengan matang.

Kalau kita kembalikan ke kasus Da'i dan Amrozy di atas, kegundahan dunia akhirnya terobati dengan kinerja ciamik aparat Kepolisian, yang menunjukkan keseriusan dan kerja keras serta kemajuan yang sangat cepat dan berarti.

Sekali lagi kinerja yang baik ternyata mampu membentuk citra positif dan sebaliknya komunikasi yang salah pun dapat dengan mudah merubahnya.

Meski sempat membuat blunder, tapi kali ini kita perlu mengacungkan jempol untuk prestasi polisi kita. Bravo Kepolisian Republik Indonesia!!

www.wiloto.com

www.wiloto.com