Thursday, March 30, 2006

Terkaya di Indonesia


Bisnis Indonesia
Jumat, 24/03/2006 13:57 WIB
oleh :
Christovita Wiloto
Managing Partner
Wiloto Corp. Asia Pacific

Sebenarnya tak ada sesuatu yang luar biasa dalam daftar orang terkaya dunia 2006, yang dirilis majalah Forbes, awal Maret lalu. Memang, di sana ada tambahan 10 nama orang terkaya baru dari India, sehingga jumlah orang paling tajir dari negara itu menjadi 23 orang. Sementara, Rusia menambah tujuh nama baru, sehingga totalnya menjadi 33 orang.

Tapi, di urutan-urutan puncak nama-nama yang muncul tak beranjak dari nama raja peranti lunak Microsoft, Bill Gates, dan investor kawakan pemilik Berkshire Hathaway, Warren Buffett. Keduanya, masing-masing memiliki kekayaan senilai, masing-masing, US$50 miliar dan US$42 miliar.

Sementara itu, di bawahnya berderet nama-nama populer semacam Lakshmi Mittal seorang Raja Besi dunia yang berasal dari India, dengan kekayaan US$23,5 miliar. Yang menarik adalah Mittal memulai bisnisnya 30 tahun lalu dari Surabaya! Sampai saat ini pun dia masih memiliki perusahaan besi PT Ispat Indo di Surabaya.

Nama lainnya adalah pemilik Microsoft, Paul Allen (US$22 miliar), Pangeran Al-Waleed Bin Talal Al-Saud (Arab Saudi, US$20 miliar), raja komunikasi Mexico, Carlos Slim Helu (US$30 miliar), jawara ritel IKEA, dan Ingvar Kamprad (Swedia, US$28 miliar).

Dari Indonesia
Lalu, siapa orang Indonesia yang masuk daftar Forbes kali ini? Mudah diduga, nama yang masuk adalah para juragan rokok, yakni Rachman Halim, pemilik Gudang Garam, dengan kekayaan sebesar US$1,90 miliar di urutan 410 dan Budi Hartono, pemilik Jarum, yang mempunyai aset US$1,80 miliar di peringkat 428.

Entah kenapa Forbes tak memasukkan nama Aburizal Bakrie dan Putera Sampoerna dalam laporannya awal Maret lalu. Faktanya mungkin saat ini keluarga Bakrie-lah yang terkaya di Indonesia, dengan kekayaan yang "dengar-dengar" mencapai lebih dari US$ 4 miliar (sekitar lebih dari Rp 38.8 triliun) dan Putera Sampoerna yang baru saja menjual saham HM Sampoerna senilai US$2 miliar (sekitar Rp18,4 triliun) kepada Philip Morris. Mungkin karena info ini belum sampai ke telinga redaksi Forbes.

Tapi yang patut kita simak adalah bagaimana kiat keluarga-keluarga kaya Indonesia itu menembus daftar Forbes. Keluarga Rachman Halim alias Tjoa To Hing, misalnya, adalah pewaris kerajaan rokok Gudang Garam, yang berdiri sejak Juni 1958, dari pendirinya Surya Wonowidjojo.

Gudang Garam sendiri merupakan produsen rokok terbesar di Indonesia. Ia memiliki pabrik seluas 514 hektare di Kediri, Jawa Timur. Pabrik itu mempekerjakan puluhan ribu warga Kediri dan sekitarnya. Tak heran kalau Gudang Garam juga menjadi motor penggerak perekonomian kota tersebut. Tanpa Gudang Garam, mungkin Kediri-meski ada pabrik gula Ngadirejo-tetap akan menjadi kota kecil yang cuma dikenal di peta Jawa Timur semata.

Keluarga Halim sendiri tak asing dengan atribut-atribut orang terkaya. Ia telah masuk daftar Forbes sejak beberapa tahun lalu. Di Asia Tenggara, ia malah menempati peringkat keempat orang terkaya. Demikian juga Budi Hartono, juga pewaris kerajaan rokok

Djarum dari Oei Wie Gwan. Bersama saudaranya, Michael Bambang Hartono, kedua putra konglomerat Kudus bahu membahu mengibarkan bendera Grup Djarum hingga ke luar negeri.

Ketekunan pendiri dan pengelola Gudang Garam dan Djarum menyebabkan mereka menjadi jawara di bidang yang digelutinya. Gudang Garam dan Djarum secara total kini menguasai lebih dari separuh pangsa pasar rokok di dalam negeri. Mereka, masing-masing juga punya produk andalan yang hampir menjadi produk generik. Yakni Gudang Garam Filter, dan Djarum Super. Popularitas kedua produk itu hanya tersaingi oleh A Mild milik Sampoerna, yang merajai pasar rokok mild.

Yang menarik, saat Keluarga Halim terus konsisten dengan bisnis rokok yang telah ditekuninya hampir setengah abad, Grup Djarum justru memilih melakukan ekspansi dengan merambah bisnis properti dan perbankan.

Di sektor properti, Djarum membangun WTC Mangga Dua, Pulogadung Trade Centre dan Grand Hotel Indonesia. Sedangkan di perbankan, Djarum memiliki Bank Haga dan Hagakita, serta 5% saham di BCA melalui Alaerka yang bergabung dalam konsorsium Farindo Investment yang memegang 51,19% saham BCA.

Sampai di sini, pelajaran yang bisa kita ambil adalah ternyata ada juga pengusaha Indonesia yang tekun dan gigih, mampu menjadi besar dan bersanding dengan pengusaha kelas dunia lainnya.

Selain itu juga dapat memberi sumbangan yang berarti bagi masyarakat di sekitar lokasi industrinya. Berperan besar dalam mengangkat nama baik bangsa dan negara di dunia olahraga. Klub Bulutangkis Djarum Kudus, misalnya, bahkan menjadi penyumbang terbanyak pemain nasional yang kerap menjadi juara internasional.

Sementara, kita tentu maklum, bahwa perusahan-perusahaan seperti ini merupakan pembayar pajak terbesar di negeri ini. Setoran mereka barangkali hanya bisa disaingi oleh BUMN besar semacam Pertamina, atau perusahaan asing seperti Freeport.

Indonesia sudah letih dengan pengusaha-pengusaha besar gelap yang kurang jelas integritas bisnisnya. Kini, Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi pengusaha yang berintegritas, terhormat, jujur, tekun, gigih dan hati-hati dalam menjalankan usahanya, dapat menjadi warga negara yang baik, serta mampu menjadi besar dan bersanding dengan pengusaha-pengusaha kelas dunia lainnya. Kalau perlu mampu mendunia, membeli dan menguasai perusahaan-perusahaan dunia lainnya untuk kejayaan Indonesia tercinta. Semoga...

Wednesday, March 15, 2006

Pandangan Nasional vs Internasional


Bisnis Indonesia
Maret 12, 2006

oleh
Christovita Wiloto
CEO Wiloto Corp Asia Pacific
powerpr@wiloto.com

Selama dua bulan pertama tahun ini, ada banyak isu Indonesia yang menjadi perhatian khusus publik internasional. Dan menjadi berita di pelbagai media massa utama pelbagai negara.

Mulai isu penegakkan hukum, dengan dijadikannya sejumlah pejabat, mantan pejabat dan tokoh-tokoh yang selama ini nyaris tak tersentuh hukum sebagai tersangka, hingga ditemukannya "The Lost Paradise" yang berisi puluhan spesies binatang dan tanaman baru di pedalaman Papua.

Namun, tak semua media massa di Indonesia tertarik mengangkatnya. Kebanyakan, isu itu hanya jadi informasi yang disajikan di halaman dalam. Atau bahkan cuma muncul jadi berita kecil yang sama sekali tidak eye catching. padahal, isu-isu itu menjadi perhatian sangat khusus publik internasional.

Bahwa mantan Ketua BPPN, Syafruddin Temenggung, dijadikan tersangka dalam kasus penjualan pabrik gula di Gorontalo. Demikian pula dengan dipenjarakannya mantan menteri, pejabat dan sejumlah tokoh penting republik ini memang sempat menghiasi halaman utama hampir semua media massa.

Sedangkan berita soal diperbaikinya peringkat utang Indonesia oleh lembaga rating internasional Standard & Poor's serta Moody's Investor Services (dari stabil ke positif), hanya muncul di halaman ekonomi koran-koran nasional. Walau porsinya cukup besar, tapi tampaknya media kita kurang percaya diri menampilkannya di halaman muka.

Hal serupa terjadi dalam isu G3 di telekomunikasi. Dunia internasional mengamatinya dengan sangat cermat perkembangan tehnologi telekomunikasi Indonesia ke era yang lebih canggih ini. Namum media di Indonesia lebih condong menyoroti silang sengketa perebutan tender frekuensi seluler generasi ketiga (3G).

Berita lebih menarik seperti betapa pemerintah berhasil menangguk dana segar sebesar hampir Rp 1,3triliun dari tender tersebut, justru hampir luput dari bidikan media massa nasional. Selain itu, fakta betapaIndonesia sudah kian dekat pada teknologi 3G -- teknologi yang bukan tak mungkin bakal membuatrevolusi dalam aktivitas bisnis dan kehidupan sehari-hari kita di masa depan -- juga tak terlalu banyak diekspos.

Isu lain yang sebenarnya bisa dikategorikan luar biasa, tapi tak tersaji secara menarik di media nasional, adalah diizinkannya Indonesia membangun reaktor nuklir oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Dengan izintersebut, diharapkan paling lambat pada 2016, Indonesia sudah membangun empat pusat listrik tenaga nuklir (PLTN)berdaya 1.000 Megawatt (MW).

Bahkan, IAEA menawarkan bantuan kajian teknoekonomi, pemilihan lokasi yang terbaik, alih teknologi, dan pembelajaran publik. PLTN menjadi alternatif pasokan listrik bagi Jawa, Madura, dan Bali karena pulau itu mengkonsumsi lebih dari 60 persen kebutuhan listrik di Indonesia. Energi nuklir menjadi alternatif karena harga listriknya termurah, kurang dari empat sen dolar AS per kilowatthour (kwh).

Indonesia telah menjalin kerja sama riset reaktor dan proteksi radiasi dengan Australian Nuclear S & T Organization (ANSTO). Saat ini, Amerika Serikat telah memiliki 102 PLTN. Jepang 40, Korea 20, dan Cina 30 PLTN.

Berita lain yang menjadi perhatian publik internasional adalah ditandatanganinya kerjasama Indonesia dan Rusia untuk pembangunan Stasiun Peluncuran Roket Luar Angkasa di Biak, Papua. Pulau ini dipilih karena dekat garis khatulistiwa, dimana roket dapat memanfaatkan rotasi bumi yang lebih cepat, sehingga sangat menghemat bahan bakar. Hal ini tentu akan sangat mengubah posisi Indonesia di percaturan dunia selanjutnya.

Selain itu berita yang sangat menghebohkan dunia, adalah tentang temuan spektakuler tim peneliti gabungan Conservation International Indonesia bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Cendarawasih (UNCEN) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua I di Pegunungan Foja, Mamberamo, Papua.

Di sana mereka menemukan puluhan spesies baru -- dan spesies amat langka yang semua dianggap sudah punah --binatang dan tumbuhan di hutan yang nyaris terisolasi. Media-media internasional menyebutnya sebagai The LostWorld, bahkan The Lost Eden dan The Lost Paradise.

Penemuan The Lost Paradise ini sungguh sangat mencenggangkan, dan sangat menarik perhatian jutaan warga dunia. Digambarkan bahwa binatang-binatang spesies baru itu sangat ramah terhadap manusia, dan tumbuh-tumbuhan spesies baru itu sangat indah. Berita tentang hal ini disajikan berhari-hari dipelbagai media internasional.

Selain itu peranan Indonesia, sebagai "Juru Damai" Korea Utara dan Selatan; beberapa kemajuan Indonseia yang cukup berarti dalam penanganan terorisme; dan juga ketegasan penanganan masalah narkoba dengan putusan hukuman mati pada kasus Bali Nine menjadi isu strategis yang sangat positif dan amat disoroti oleh publik Internasional.

Isu-isu tadi tak terlalu menonjol dalam pemberitaan media-media nasional, namun media-media internasional justru memberi apresiasi yang tinggi . Publik internasional bahkan berani menatap Indonesia dengan pandangan yang amat optimistis.

Optimisme Nasional
Perbedaan padangan media dan publik nasional dan internasional sangatlah wajar terjadi, hal ini disebabkan karena publik internasional memiliki jarak yang cukup jauh untuk melihat setiap isu. Sementara publik nasional berada tepat di jantung masalah, sehingga sangat dapat merasakan setiap detak jantung Indonesia.

Ketahanan ekonomi masyarakat --yang sebenarnya mulai membaik -- kembali goyah setelah terkena imbas sejumlah kebijakan kontroversial pemerintah. Seperti, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sebanyak dua kali dalam satu tahun terakhir. Hal itu, disusul dengan rencana kenaikan tarif telepon, listrik dan kebutuhan yang sudah tergolong pokok lainnya.

Melemahnya ketahanan ekonomi masyarakat, secara langsung dapat dilihat dari kian sepinya aktivitas transaksi di pusat perdagangan semacam Mangga Dua atau Pasar Baru, serta keluhan hampir semua pengusaha tentang anjloknya omzet penjualan mereka hingga 50%, semenjak kenaikan harga BBM.

Dalam situasi seperti itu, pemerintah harus sadar benar bahwa kondisi riil ekonomi masyarakat Indonesia pada umumnya sangatlah menyedihkan. Segala aktifitas yang dilakukan pemerintah dalam memajukan Indonesia,
haruslah segera dapat dirasakan oleh lapisan masyarakat bawah.

Artinya, pemerintah tak cuma harus berhasil meyakinkan publik internasional terhadap kredibilitas Indonesia. Tapijuga musti mampu mengangkat rasa percaya diri publik di dalam negeri. Dengan strategi yang cerdas yang mampu menggugah optimisme nasional, kita bisa berharap Indonesia bakal segera bangkit.

Dan, memang sudah seharusnya, kita selalu memelihara optimisme untuk bisa cepat bangkit. Optimisme ini merupakan ''tenaga pendorong'' untuk mempercepat kebangkitan kembali Indonesia menjadi sebuah bangsa yang tangguh. Bangsa yang disegani. Bangsa yang mampu melepaskan diri dari keterpurukan di berbagai bidangyang telah hampir 10 tahun terjerat. Motivasi untuk bangkit, rasanya perlu terus digelorakan.

www.wiloto.com

www.wiloto.com